Seni Berpikir bagi Generasi Millenial

Seni Berpikir bagi Generasi Millenial

Oleh: Judika Malau

Seni berpikir? Pertanyaan ini bisa muncul bagi generasi millenial. Bukankah istilah seni berkaitan erat dengan seni musik, seni lukis, seni pahat atau seni tari? Ya. Istilah seni sering dikaitkan dengan frase-frase yang baru disebut tadi. Namun, penulis sengaja memilih istilah itu untuk memperkenalkan teknik atau seni dalam berpikir, yang secara singkat akan disajikan di tulisan ini.

Baca juga: Six-Hat Decision Making, Meningkatkan Skill Anda Membuat Keputusan

Kemampuan berpikir melekat dalam diri manusia. Ini merupakan bawaan. Benihnya sudah ada dalam diri bahkan sudah ada sejak dalam kandungan. Dengan bertambahnya waktu dan pengetahuan, kemampuan ini berkembang. Dimulai dengan kemampuan membaca, menulis, berhitung, berolah-raga dan bernyanyi pada tingkat dasar, kemampuan ini memulai debutnya. Semakin tinggi pendidikan semakin berkembang kemampuan berpikir ini. Pelajaran sejarah dan
Filsafat dapat menambah wawasan dari aktifitas berpikir.

Definisi Berpikir

Di Webster’s Dictionary, definisi berpikir adalah “merenungkan (to reflect on (ponder); melatih kekuatan akal (to exercise the power of reason); memiliki pandangan terhadap sesuatu atau percaya (to have a view (about) or believe); mengingat (to recall (remember); memvisualisasikan (to visualize); mempertimbangkan (to weight or consider); menyerahkan pikiran pada cara tertentu (to dispose the mind in a given way).” Menurut Edward de Bono, “berpikir adalah eksplorasi pengalaman yang disengaja untuk suatu tujuan: pemahaman, perencanaan, pemecahan masalah, penilaian, tindakan dan sebagainya.” John Piper mengatakan, “Berpikir adalah aktifitas yang dilakukan pikiran saat membaca dan memahami sebuah karya tulis.”

Definisi-definisi di atas bisa menjadi input tentang apa itu berpikir dan definisi dari John Piper dapat mengusik pikiran. Berpikir berkaitan erat dengan membaca. Dalam buku Lun Yu, Confucius mengatakan, “Membaca dan belajar tanpa berpikir adalah suatu pekerjaan yang sia-sia dan belajar tanpa membaca dan berpikir adalah suatu perbuatan yang berbahaya dan tidak baik.”

Yang paling utama dalam proses berpikir adalah membuat keputusan. Produk dari proses ini menunjukkan kematangan seseorang. Semakin baik seseorang berpikir semakin baik keputusannya; semakin baik seseorang membuat keputusan semakin matang ia sebagai manusia.

Metode Berpikir Sistematis

Metode berpikir seperti apa yang perlu dimiliki generasi millenial untuk menghadapi masa depan? Kemajuan teknologi kelihatannya tak terbendung. Kemampuan berpikir dipertaruhkan; kemampuan otak semakin tergerus. Pikiran bisa terseret kepada pola yang ditawarkan oleh teknologi dan mengikuti apa saja yang disajikan oleh teknologi. Bukan lagi manusia sebagai tuan, tetapi menjadi budak teknologi. Menyedihkan.

Aktifitas berpikir cenderung didominasi oleh berpikir kritis dan logis. Dalam istilah lain, penggunaan otak kiri banyak mewarnai metode berpikir. Teknologi banyak menggunakan kemampuan otak kiri sedangkan kemampuan otak kanan, seperti berkreasi dan merasa, akan semakin tergusur ke pinggiran.

Generasi millenial perlu berhenti sejenak dan bertanya. Metode berpikir apa yang perlu dimiliki untuk menghadapi masa mendatang? Secara umum, proses berpikir yang dibutuhkan sudah ada dalam diri manusia. Hanya proses-proses berpikir tidak digunakan secara seimbang karena natur pikiran dan faktor dari luar, khususnya teknologi.

Seni berpikir yang perlu digalakkan adalah seni mengelola proses berpikir- mulai dari bertanya, berpikir kreatif, berpikir positif, berpikir kritis, mengungkapkan perasaan, dan mengontrol proses berpikir. Proses-proses ini digunakan secara sistematis. Inilah seni berpikir yang perlu dibudayakan untuk menghadapi tantangan di masa depan dan membantu menentukan arah kemajuan di masa mendatang.

Pilihan bagi Generasi Millenial

Menyadari pentingnya metode berpikir- ini merupakan langkah awal bagi generasi millenial. Meninjau metode berpikir yang sering digunakan dan mengenal metode berpikir sistematis seperti yang ditawarkan oleh Edward de Bono- ini dapat memberi inspirasi tentang pentingnya metode berpikir yang sistematis.

Mempelajari dan menerapkan metode berpikir yang sistematis, tentu, akan mendapat tantangan. Siapa yang mau repot menguasai metode berpikir sistematis sedangkan kemampuan berpikir sudah ada? Toh, berpikir logis dan berpikir kritis masih dibutuhkan. Masih ada lagi tantangan dari dominasi berpikir pragmatis ala John Dewey.

Ini menjadi renungan bagi generasi millienial. Bila mau membenahi masa depan, seni berpikir dengan metode yang sistematis tidak dapat dianggap sebelah mata. Ini perlu dipertimbangkan untuk menata kehidupan yang lebih baik- untuk pribadi, keluarga, masyarakat dan bangsa. (TL/180624/JM)

Penulis adalah Direktur Business Excellence Luminance dan penulis buku Habits of the Mind.

—0—

Baca juga: